PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENGATASI SISWA YANG MENGALAMI KESULITAN BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMK KARYA RINI DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA
Skripsi/Undergraduate Theses from digilib-uinsuka / 2009-05-19 13:58:07
By : YENNI NIM. 03470590, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Created : 2009-05-19, with 1 files
Keyword : Guru, Bimbingan, konseling, Siswa, Kesulitan, Belajar Pendidikan Agama Islam
ABSTRAK
Layanan BK di sekolah merupakan layanan yang membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya baik itu masalah pribadi, masalah sosial, masalah karir dan juga masalah belajar. Untuk masalah kesulitan belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) di tingkat SMA atau sederajat memegang peranan penting karena siswa diharapkan setelah lulus dari SMA dapat mengembangkan potensi dirinya khususnya dibidang agama, yang ini tentunya bermanfaat untuk kehidupan di dunia dan juga akhirat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui usaha-usaha guru BK dalam mengatasi siswa yang mengalami kesulitan belajar dan juga bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar PAI. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai masukan bagi guru BK dalam meningkatkan mutu program layanannya.
Populasi penelitian ini adalah satu orang guru BK, satu orang guru PAI dan sebagai pendukung dalam penelitian ini adalah siswa kelas X AP 1 berjumlah 11 siswa dari 34 siswa, kelas X AP 2 berjumlah 13 siswa dari 36 siswa dan X BS berjumlah 4 siswa dari 40 siswa. Jadi subyek dalam penelitian ini berjumlah 28 siswa dari 110 jumlah keseluruhan siswa kelas X. Penulis menggunakan Sampel berstrata atau Stratified Sample yaitu populasi terbagi atas tingkat. Berdasarkan pertimbangan bahwa 28 orang siswa tersebut mengalami kesulitan belajar PAI karena prestasi belajar di bawah standar, jika dibandingkan dengan siswa yang lainnya. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, dokumentasi, wawancara, dan angket.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan belajar PAI pada siswa di SMK Karya Rini Depok Sleman Yogyakarta dapat dibagi menjadi 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Peran guru BK di SMK Karya Rini Depok Sleman Yogyakarta dalam mengatasi siswa yang mengalami kesulitan belajar PAI yaitu dengan membantu peserta didik secara terus-menerus supaya mereka dapat memahami dirinya. Adapun peran guru BK dilaksanakan dengan cara berperan secara preventif (mencegah), berperan secara kuratif (penyembuhan) dan berperan secara preservatif (pemeliharaan). Adapun peran guru BK di SMK Karya Rini Depok Sleman Yogyakarta dalam mengatasi siswa yang mengalami kesulitan belajar PAI kelas X AP 1, X AP 2 dan X Busana dapat dinyatakan mengalami peningkatan atau sudah BAIK.
Copyrights : Copyright � 2009 by Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by author in any medium, provided this notice is preserved.
Jumat, 04 Desember 2009
bk disekolah
Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah :
Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah:
Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
DAFTAR RUJUKAN
AACE. (2003). Competencies in Assessment and Evaluation for School Counselor. http://aace.ncat.edu
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor. Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Bandung: ABKIN
Bandura, A. (Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. (2006). Panduan Pengembangan Diri: Pedoman untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft. Jakarta: BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Depsiknas.
Cobia, Debra C. & Henderson, Donna A. (2003). Handbook of School Counseling. New Jersey, Merrill Prentice Hall
Corey, G. (2001). The Art of Integrative Counseling. Belomont, CA: Brooks/Cole.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi. (2003). Dasar Standardisasi Profesionalisasi Konselor. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kepen-didikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds). (2005). The Professional Counselor Competencies: Performance Guidelines and Assessment. Alexandria, VA: AACD.
Browers, Judy L. & Hatch, Patricia A. (2002). The National Model for School Counseling Programs. ASCA (American School Counselor Association).
Comm, J.Nancy. (1992). Adolescence. California : Myfield Publishing Company.
Depdiknas. (2003). Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang.
Depdiknas, (2005), Permen RI nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Depdiknas, 2006), Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,
Depdiknas, (2006), Permendiknas no 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan SI dan SKL,
Ellis, T.I. (1990). The Missouri Comprehensive Guidance Model. Columbia: The Educational Resources Information Center.
Gibson R.L. & Mitchel M.H. (1986). Introduction to Counseling and Guidance. New York : MacMillan Publishing Company.
Havighurts, R.J. (1953). Development Taks and Education. New York: David Mckay.
Herr Edwin L. (1979). Guidance and Counseling in the Schools. Houston : Shell Com.
Hurlock, Alizabeth B. (1956). Child Development. New York : McGraw Hill Book Company Inc.
Ketetapan Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia Nomor 01/Peng/PB-ABKIN/2007 bahwa Tenaga Profesional yang melaksanakan pelayanan professional Bimbingan dan Konseling disebut Konselor dan minimal berkualifikasi S1 Bimbingan dan Konseling.
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 22 tentang Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Michigan School Counselor Association. (2005). The Michigan Comprehensive Guidance and Counseling Program.
Muro, James J. & Kottman, Terry. (1995). Guidance and Counseling in The Elementary and Middle Schools. Madison : Brown & Benchmark.
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pikunas, Lustin. (1976). Human Development. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha,Ltd.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2003). Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Balitbang Depdiknas.
Sunaryo Kartadinata, dkk. (2003). Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas Perkembangan Peserta didik dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan dan Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasahdrasah (Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII). Jakarta : Kementrian Riset dan Teknologi RI, LIPI.
Syamsu Yusuf L.N. (2005). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah. Bandung : CV Bani Qureys.
——–. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya.
——–.dan Juntika N. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Stoner, James A. (1987). Management. London : Prentice-Hall International Inc.
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen
Wagner William G. (1996). “Optimal Development in Adolescence : What Is It and How Can It be Encouraged”? The Counseling Psychologist. Vol 24 No. 3 July’96.
Woolfolk, Anita E. 1995. Educational Psychology. Boston : Allyn & Bacon.
Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah:
Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
DAFTAR RUJUKAN
AACE. (2003). Competencies in Assessment and Evaluation for School Counselor. http://aace.ncat.edu
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor. Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Bandung: ABKIN
Bandura, A. (Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. (2006). Panduan Pengembangan Diri: Pedoman untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft. Jakarta: BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Depsiknas.
Cobia, Debra C. & Henderson, Donna A. (2003). Handbook of School Counseling. New Jersey, Merrill Prentice Hall
Corey, G. (2001). The Art of Integrative Counseling. Belomont, CA: Brooks/Cole.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi. (2003). Dasar Standardisasi Profesionalisasi Konselor. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kepen-didikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds). (2005). The Professional Counselor Competencies: Performance Guidelines and Assessment. Alexandria, VA: AACD.
Browers, Judy L. & Hatch, Patricia A. (2002). The National Model for School Counseling Programs. ASCA (American School Counselor Association).
Comm, J.Nancy. (1992). Adolescence. California : Myfield Publishing Company.
Depdiknas. (2003). Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang.
Depdiknas, (2005), Permen RI nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Depdiknas, 2006), Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,
Depdiknas, (2006), Permendiknas no 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan SI dan SKL,
Ellis, T.I. (1990). The Missouri Comprehensive Guidance Model. Columbia: The Educational Resources Information Center.
Gibson R.L. & Mitchel M.H. (1986). Introduction to Counseling and Guidance. New York : MacMillan Publishing Company.
Havighurts, R.J. (1953). Development Taks and Education. New York: David Mckay.
Herr Edwin L. (1979). Guidance and Counseling in the Schools. Houston : Shell Com.
Hurlock, Alizabeth B. (1956). Child Development. New York : McGraw Hill Book Company Inc.
Ketetapan Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia Nomor 01/Peng/PB-ABKIN/2007 bahwa Tenaga Profesional yang melaksanakan pelayanan professional Bimbingan dan Konseling disebut Konselor dan minimal berkualifikasi S1 Bimbingan dan Konseling.
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 22 tentang Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Michigan School Counselor Association. (2005). The Michigan Comprehensive Guidance and Counseling Program.
Muro, James J. & Kottman, Terry. (1995). Guidance and Counseling in The Elementary and Middle Schools. Madison : Brown & Benchmark.
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pikunas, Lustin. (1976). Human Development. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha,Ltd.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2003). Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Balitbang Depdiknas.
Sunaryo Kartadinata, dkk. (2003). Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas Perkembangan Peserta didik dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan dan Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasahdrasah (Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII). Jakarta : Kementrian Riset dan Teknologi RI, LIPI.
Syamsu Yusuf L.N. (2005). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah. Bandung : CV Bani Qureys.
——–. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya.
——–.dan Juntika N. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Stoner, James A. (1987). Management. London : Prentice-Hall International Inc.
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen
Wagner William G. (1996). “Optimal Development in Adolescence : What Is It and How Can It be Encouraged”? The Counseling Psychologist. Vol 24 No. 3 July’96.
Woolfolk, Anita E. 1995. Educational Psychology. Boston : Allyn & Bacon.
bimbingan dan konseling di sekolah
Ada definisi tentang bimbingan dan konseling, bahkan penggunaan kata bimbingan dan konseling itu sendiri. Frank Parson (Prayitno, 1999:93) misalnya mendifinisikan bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan serta mendapat kemajuan dalam janatan yang dipilihnya itu. Dan konseling diartikan sebagai kegiatan pengungkapan fakta atau data tentang siswa, serta pengarahan kepada siswa untuk dapat mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapinya. Pada bagian laian, Shetzer dan Stone (1980), misalnya, menggunakan kata hubungan pemberian bantuan helping relationship) untuk suatu proses konseling yang berarti interaksi antara konselor dengan klien dalam upaya memebrikan kemudahan terhadap cara-cara pengembangan diri yang positif. Dalam konteks ini, sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, pasal 25 ayat 1, dikatakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenai lingkungan, dan merencanakan masa depan.”
Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, mengandung makna bahawa guru kelas dalam kaitannya dengan pelaksanaan bimbingan diharapkan mampu memberikan bantuan kepada siswa, seperti orang tua/wali, agar dengan keinginan dan kemampuannya dapat mengenal kekuatan dan kelemahan yang dimiliki siswa serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Proses pengenalan harus ditindaklanjuti dengan proses penerimaan. Tanpa diimbangi sengan siatu bentuk penerimaan, siswa dan pihak-pihak yang dekat dengannya, akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan kekuatan dan kelemahannya tersebut secara lebih baik. sebagai contoh, jika siswa memiliki gangguan dalam penglihatannnya, seperti rabun jauh dan rabun dekat, dan siswa ynag bersangkutan serta pihak-pihak terdekat tidak dapat menerima hal itu sebagai suatu kenyataan, maka program pengembangan yang disarankan tidak akan berjalan dengan baik.
Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan, mengandung makna bahwa guru seyogyanya mamapu memberikan kemudahan (bantuan) kepada siswa dan pihak-pihak yang dekat dengannya, untuk mengenal lingkungannya dengan baik, termasuk lingkungan yang ada diluar sekolah. Siswa hendaknya mampu mengenal secara lebih baik fungsi dari semua fasilitas yang ada di sekolahnya, yang pada gilirannya akan mampu mengoptimalkan siswa yang bersangkutan dalam menggunakan dengan baik. misalnya mengenalkan fungsi perpustakaan yang ada disekolah, termasuk jenis koleksi, peraturan, petugas dan jadwal penggunaan perpustakaan. Pengenalan labolatorium, sarana olah raga yang ada di sekolah, serta fasilitas lainnya juga perlu diperlukan. Pengenalan siswa dengan lingkungannya yang baru. Kondisi seperti ini tentu sangat membantu siswa yang bersangkutan dalam mengikuti proses pembelajaran selanjutnya.
Bimbingan agar siswa mamapu merencanakan masa depannya, mengandung makna bahwa guru diharapkan mampumembantu siswa menganal berbagai jenis pekerjaan dan pendidikan yang ada dilingkungan sekitarnya, serta mengembangkan cita-cita siswa sesuai dengan pengenalan siswa akan berbagai jenis pekerjaan dan pendidikannya tersebut. Bimbingan yang ditujukan agar siswa mamapu merencanakan masa depannya, tidak terlepas dari pengenalan dan penerimaan siswa akan diri dan lingkungannya, seperti yang diuraikan diatas. Salah satu bentuk pengembangan kemampuan siswa dalam merencanakan masa depannya di sekolah adalah pengungkapan minat siswa terhadap berbagai jenis mata pelajaran, pekerjaan, atau aktifitas tertentu, misalnya olah raga, kesenian, atau kerajinan tangan serta program tindak lanjutnya.
Tujuan Bimbingan dan konseling di Sekolah
Tujuan umum pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri, karena bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari system pendidikan. Menilik pada undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman dan tagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yangmantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Sesuai dengan pengertian bimbingan dan konseling sebagai upaya membentuk perkembangan kepribadian siswa secara optimal, maka secara umum layanan bimbingan dan koseling di sekolah, harus dikaitkan dengan pengembangan sumber daya manusia. Upaya bimbingan dan konseling memungkinkan peserta didik mengenal dan menerima diri sendiri serta menganal dan menerima lingkungannya secara positif dan dinamis serta mampu mengambil keputusan, mengamalkan dan mewujudkan diri sendiri secara efektif dan produktif sesuai dengan peranan yang diinginkannya di masa depan. Secara lebih khusus, kawasan bimbingan dan konseling yang mencakup seluruh upaya tersebut meliputi bidang bimbingan pribadi, bimbingan social, bimbingan belajar dan bimbingan karier.
Upaya bimbingan dan konseling yang dimaksud diselenggarakan melalui pengembangan segenap potensi idividu peserta didik secara optimal, dengan memanfaatkan berbagai sarana dan cara, berdasarkan norma-norma yang berlaku dan mengikuti kaidah-kaidah professional. Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling di sekolah adalah untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.
Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
1. Prinsip berkenaan dengan sasaran layanan, mencakup:
Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, aga, agama, dan status social ekonomi.
Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku yang unik dan dinamis.
Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama pada perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanan.
Prinsip bahwa bimbingan melayani semua individu, hendaknya dapat diimplementasikan secara konkrit di sekolah. Hal ini penting, karena semata-mata memfokuskan pada anak-anak bermasalah atau anak yang seringmelanggar peraturan, membaut kegiatan bimbingan mengabaikan siswa lain yang dalam beberapa hal justru perlu bantuan untuk memelihara dan pengembangan segenap potensi yang dimilikinya. Ungkapan bahwa anak yang pandai dapat mengurus dirinya sendiri dan tidak perlu bantuan, tentu bukanlah ungkapan seorang guru, dan sebenarnya bukan ungkapan yang pantas dikemukakan pada pendidik.penyelenggaraan bimbingan kelompok,terutama kelompok yang beragam (heterogen) merupakan langka kongrit untuk melayani semua individu.akan tetapi justru hal seperti yang masih jarang di lakukan di sekolah,terutama karena guru tidak memiliki cukup waktu untuk melakukannya.
Prinsip bahwa bimbingan berhubungan dengan pribadi dan prilaku yang unik dan dinamis, mengandung makna bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hendaknya terfokus pada masalah pribadi dan prilaku individu dan bukan pada hal-hal lain.masalah-masalah lain,seperti masalah kesehatan atau keuangan hendaknya dipandang sebagai bahan pelengkap dalam upaya memberikan bantuan kepada individu,tetapi bukanlah fokus utamanya.kalaupun hal itu jadi penting,manakala keduanya mempengaruhi pribadi dan prilaku individu. Di samping itu, pribadi dan prilaku yang unik dan dinamis mengandung makna bahwa pelayanan bimbingan dan konseling antara individu yang satu dan yang lain tidaklah sama.sekalipun permasalahan yang dialami individu dalam beberapa hal memiliki kesamaan,akan hal itu ternyata dapat dihantarkan oleh berbagai hal yang berbeda,dan kondisi seperti itu tentu membawah konsekuensi pada strategi pemberian bantuan yang berbeda pula.Sebagai contoh,siswa yang sering membolos dapat disebabkan berbagai faktor yang berbeda, mulai tidak ada ongkos, membantu orang tua mencari nafka,rendahnya visi orang tua terhadap pendidikan , konflik dengan teman di sekolah, sampai konflik dengan guru tertentu. Strategi yang digunakan antara penyebab rendahnya visi orang tua terhadap pendidikan dengan adanya konflik siswa dengan guru tertentu sangat berbeda.
Prilaku yang dinamis, mengandung makna bahwa individu terus berkembang dan tidak statis. Oleh karena itu, masalah yang dirasakan saat ini mungkin tidak lagi dirasakan di saat mendatang. Analisis tentang startegi pemberian bantuan yang cocok bagi masalah individu saat ini belum tentu cocok jika diterapkan pada waktu yang akan datang. Hal ini mengandung konsekuensi bagi pelayanan bimbingan dan konseling harus dilakukan secepat data-data pendukung hadir.
Prinsip bahwa bimbingan memperhatikan tahap dan aspek perkembangan, mengandung makna bahwa pelayanan bimbingan dan konseling harus dilandasi oleh pemahaman yang benar tentang tahap dan aspek perkembangan individu yang dibimbing. Di samping itu, upaya pemberian bantuan yang dilakukan, juga harus sesuai dengan tahap dan aspek perkembangan individu, seklaipun menentukan kriteria tahap perkembangan itu pun bukanlah hal yang musah.
Sekalipun menentukan tahap dan aspek perkembangan bukan persoalan mudah, akan tetapi tentu ada rambu-rambu umum yang dapat dijadikan rujukan dalam memberikan pemberian bentuan. Apalagi jika dibawa dalam setting sekolah, maka kecendrungan tahap dan aspek perkembangan siswa relatif tidak terlalu jauh, misalnya perkembangan masa kanak-kanak.
2. Prinsip-prinsip perkembangan dengan permasalahan individu, yang mencakup:
Ø Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental/fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
Ø Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah pada individu yang kesemuanya menjadi perhatian utama pelayanan bimbingan dan konseling.
Prinsip diatas mengandung makna bahwa sumber masalah dapatberasal dari diri individu itu sneidri dan juga dari lingkungan, atau bahkan dari keduanya. Seorang siswa yang kurang memiliki rasa percaya diri, misalnya, akan sulit melakukan penyesuaian dengan teman-temannya, dan bahkan prestasi belajarnya menjadi terhambat karena banyak kekhawatiran terhadap apapun yang dilakukannya. Dalam konteks ini, guru seyogyanya dapat berperan untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa tersebut, dengan mengubah ketidakbermaknaan diri menjadi pribadi yang bermakna, atau mengubah posisi inferior menjadi superior. Beberapa hal yang bisa dilakukan misalnya dengan menumbuhkan kesadaran siswa yang bersangkutan tentang berbagai keunggulan yang dimiliki, melihat peran dan peluang yang dapat dimainkan siswa yang bersangkutan diantara teman-temannya, atau memberikan beberapa kegiatan yang secara cepat dapat terselesaikannya dengan baik.
Pengaruh lingkungan terhadap kondisi fisik dan mental individu, termasuk kesenjangan sosial dan ekonomi, merupakan prinsip lain yang harus dicermati guru berkenaan dengan permasalahan individu. Tidak sedikit, anak-anak yang dibesarkan oleh keluarga yang kondusif (bahagia) justru terjerumus pada hal-hal negatif karena pengaruh lingkungannya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kemampuan siswa yang bersangkutan dalam memilih dan teman bergaul atau mamilih kegiatan yang bermanfaat dn tidak bermanfaat.salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dnegan mengefektifkan layanan pembelajaran, disamping layanan informasi dan bimbingan kelompok. Menggunakan layanan pembelajaran dalam mengatasi hal ini, sekaligus menyadarkan guru, bahwa layanan pembelajaran bukan hanya pembelajaran dari aspek akademik, akan tetapi dari aspek pribadi, sosial dan bahkan karier.
3. Prinsip berkenaan dengan program layanan, mencakup:
Ø Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral, dari upaya pendidikan dan pengembangan individu. Oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan sera pengembangan peserta didik.
Ø Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dngena kebutuhan individu, masyarakat dan kondisi lembaga.
Ø Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan yang terendah sampai yang tertinggi.
Ø Terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian secara teratur dan terarah.
Meskipun secara konseptual sebuah program sangat menentukan berhasil tidaknya suatu kebiatan dilaksanakan, dalam pelaksanaannya beberapa guru sering mengabaikan kebradaan program bimbingan. Artinya aktifasi yang dilakukan sering kali tidak mengacu pada program yang disusunnya. Bahwa program kerja untuk satu tahun pelajaran sudah terpampang diruang tamu bimbingan dan konseling, beberapa diantaranya menjadikan hal itu sebagai sebuah keharusan administrasi, tanpa diimbangi dengan pemahaman dan pelaksanaannya.
Ada beberapa alasan yang membuat program yang disusun tidak dijadikan bahan acuan kegiatan, yaitu:
a. Program yang disusun semata-mata dilatar belakangi oleh kepentingan administrasi, sehingga program itu yang penting ada, bahwa dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan program yang disusun, itu masalah lain.
b. Program tidak disusun berdasarkan analisis ang cermat terhadap kebutuhan siswa, sehingga komitmen untuk melaksanakan program seperti yang sudah digariskan tidaklah terlalu tinggi, karena memang betul tentu dibutuhkan siswa.
c. Program yang disusun kurang mempetimbangkan kondisi sekolah, termasuk personilnya, sehingga besarnya cakupan kegiatan dalam program itu tidak sebanding dengan jumlah dan kualifikasi guru yang ada. Apalagi jika tidak diimbangi dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, program yang disusun semakin sulit untuk dilaksanakan.
d. Program yang disusun hanya sebatas pada program yang bersifat global (program tahunan) dan belum diterjemahkan pada program yang lebih rinci (program mingguan atau harian). Jika memungkinkan, penyusunan yang berorientasi dari bawah (Buttom Up) seyogyanya dikembangkan, sehingga tidak lagi terjadi guru mengalami kesulitan berkenaan dengan kegiatan yang herus dilakukannya pada hari itu.
e. Kurangnya wawasan dan komitmen guru tentang prosesi yang ditekuni, baik karena latar belakang keilmuan maupun karena karakteristik peribadi. Kondisi seperti ini kadang-kadang membuat guru sulit melihat peranan bimbingan dan konseling dalam keseluruhan proses pendidikan, dan hal itu akan tampak kurangnya rasa percaya diri, baik dari ucapan maupun tindakannya.
f. Kurangnya dilakukan evaluasi terhadap tingkat ketercapaian program bimbingan dan konseling, baik oleh guru itu sendiri, kepala sekolah, maupun pengawas. Beberapa evaluasi yang dilakukan sering kali hanya sebatas pada bukti-bukti fisik, berupa format, garafik, dan data statistik, dan tidak secara mendalam menyentuh pada aspek proses.
Dilihat dari dimensi fleksibilitas, program bimbingan dan konseling hendaknya dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata dilapangan. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa kegiatan bimbingan dilakuakn semaunya atau tidak terencana. Jika ini yang terjadi, maka posisi bimbingan hanya sebatas pelengkap yang keberartiannya tergantung situasi dan orang-orang memahami bukan sebagai sebuah system.
4. Prinsip bimbingan berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan bimbingan, mencakup:
Ø Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan individu yang akhirnya mampu membimbing dirinya sendiri dalam mengahdapi permasalahannya.
Ø Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan akan dilakuakan oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri bukan karena kemauan atau desakan dari pembimbing atau pihak lain.
Ø Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
Ø Kerjasama antara guru, guru-guru lain, dan orang tua amat menentukan hasil pelayanan bimbingan.
Ø Pengembangan program pelayanan bimbingan dan konseling melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat dalam proses pelayanan dan programbimbingan dan konseling itu sendiri.
Prinsip bahwa keputusan yang diambil dan atas kemauan individu memang harus dipegang teguh oleh guru, sekalipun dalam pelaksanaanna beberapa guru banyak yang mengambil jalan pintas. Khusus di sekolah dasar proses pengambilan keputusan mungkin tidak dapat dilakukan sendiri oleh seorang siswa yang bersangkutan, apalagi dikelas bawah. Oleh karena keterlibatan orang tua/wali dalam pelayanan bimbingan dan koseling menjadi sangat besar. Program pengembangan yang ditujukan untuk siswa, akan lebih efektif jika dikomunikasikan dan dibawa bersama orang tua/wali. Sekalipun melibatkan orang tua, tahap-tahap pelaksanaan konseling tetap harus dijaga, seperti pada tahap awal konseling yang dimulai dengan membangun hubungan yang akrab (rapport) tahap penjelajahan masalah (eksploration), maupun tahap pengakhiran (Clossing).
Untuk dapat melaksanakan secara optimal, pelayanan bimbingan dan konseling memang harus dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan. Tenaga ahli yang dimaksud adalah mereka yang secara formal dibentuk untuk memangku jabatan ini dan juga mememnuhi kompetensi standart yang disyaratkan oleh organisasi bersama pemerintah. Sementara itu bagi guru sekolah dasar, peran yang dimainkan dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling dapat dilakukan sebatas kewenangan dan kemampuan yang dimilikinya. Pada saat guru berhadapan dengan masalah yang menurut pertimbangannya sudah berada diluar kewenangan atau kemampuannya, maka masalah tersebut atas persetujuan anak dan orang tua dapat dialihtangankan kepad pihak-pihak yang dipandang memiliki kewenangan dan kemampuan yang relevan. Misalnya, jika anak memiliki masalah yang terkait dengan kesehatan, maka guru dapat mengalihtangankan ke dokter, puskesmas atau rumah sakit.
Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, mengandung makna bahawa guru kelas dalam kaitannya dengan pelaksanaan bimbingan diharapkan mampu memberikan bantuan kepada siswa, seperti orang tua/wali, agar dengan keinginan dan kemampuannya dapat mengenal kekuatan dan kelemahan yang dimiliki siswa serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Proses pengenalan harus ditindaklanjuti dengan proses penerimaan. Tanpa diimbangi sengan siatu bentuk penerimaan, siswa dan pihak-pihak yang dekat dengannya, akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan kekuatan dan kelemahannya tersebut secara lebih baik. sebagai contoh, jika siswa memiliki gangguan dalam penglihatannnya, seperti rabun jauh dan rabun dekat, dan siswa ynag bersangkutan serta pihak-pihak terdekat tidak dapat menerima hal itu sebagai suatu kenyataan, maka program pengembangan yang disarankan tidak akan berjalan dengan baik.
Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan, mengandung makna bahwa guru seyogyanya mamapu memberikan kemudahan (bantuan) kepada siswa dan pihak-pihak yang dekat dengannya, untuk mengenal lingkungannya dengan baik, termasuk lingkungan yang ada diluar sekolah. Siswa hendaknya mampu mengenal secara lebih baik fungsi dari semua fasilitas yang ada di sekolahnya, yang pada gilirannya akan mampu mengoptimalkan siswa yang bersangkutan dalam menggunakan dengan baik. misalnya mengenalkan fungsi perpustakaan yang ada disekolah, termasuk jenis koleksi, peraturan, petugas dan jadwal penggunaan perpustakaan. Pengenalan labolatorium, sarana olah raga yang ada di sekolah, serta fasilitas lainnya juga perlu diperlukan. Pengenalan siswa dengan lingkungannya yang baru. Kondisi seperti ini tentu sangat membantu siswa yang bersangkutan dalam mengikuti proses pembelajaran selanjutnya.
Bimbingan agar siswa mamapu merencanakan masa depannya, mengandung makna bahwa guru diharapkan mampumembantu siswa menganal berbagai jenis pekerjaan dan pendidikan yang ada dilingkungan sekitarnya, serta mengembangkan cita-cita siswa sesuai dengan pengenalan siswa akan berbagai jenis pekerjaan dan pendidikannya tersebut. Bimbingan yang ditujukan agar siswa mamapu merencanakan masa depannya, tidak terlepas dari pengenalan dan penerimaan siswa akan diri dan lingkungannya, seperti yang diuraikan diatas. Salah satu bentuk pengembangan kemampuan siswa dalam merencanakan masa depannya di sekolah adalah pengungkapan minat siswa terhadap berbagai jenis mata pelajaran, pekerjaan, atau aktifitas tertentu, misalnya olah raga, kesenian, atau kerajinan tangan serta program tindak lanjutnya.
Tujuan Bimbingan dan konseling di Sekolah
Tujuan umum pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri, karena bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari system pendidikan. Menilik pada undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman dan tagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yangmantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Sesuai dengan pengertian bimbingan dan konseling sebagai upaya membentuk perkembangan kepribadian siswa secara optimal, maka secara umum layanan bimbingan dan koseling di sekolah, harus dikaitkan dengan pengembangan sumber daya manusia. Upaya bimbingan dan konseling memungkinkan peserta didik mengenal dan menerima diri sendiri serta menganal dan menerima lingkungannya secara positif dan dinamis serta mampu mengambil keputusan, mengamalkan dan mewujudkan diri sendiri secara efektif dan produktif sesuai dengan peranan yang diinginkannya di masa depan. Secara lebih khusus, kawasan bimbingan dan konseling yang mencakup seluruh upaya tersebut meliputi bidang bimbingan pribadi, bimbingan social, bimbingan belajar dan bimbingan karier.
Upaya bimbingan dan konseling yang dimaksud diselenggarakan melalui pengembangan segenap potensi idividu peserta didik secara optimal, dengan memanfaatkan berbagai sarana dan cara, berdasarkan norma-norma yang berlaku dan mengikuti kaidah-kaidah professional. Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling di sekolah adalah untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.
Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
1. Prinsip berkenaan dengan sasaran layanan, mencakup:
Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, aga, agama, dan status social ekonomi.
Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku yang unik dan dinamis.
Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama pada perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanan.
Prinsip bahwa bimbingan melayani semua individu, hendaknya dapat diimplementasikan secara konkrit di sekolah. Hal ini penting, karena semata-mata memfokuskan pada anak-anak bermasalah atau anak yang seringmelanggar peraturan, membaut kegiatan bimbingan mengabaikan siswa lain yang dalam beberapa hal justru perlu bantuan untuk memelihara dan pengembangan segenap potensi yang dimilikinya. Ungkapan bahwa anak yang pandai dapat mengurus dirinya sendiri dan tidak perlu bantuan, tentu bukanlah ungkapan seorang guru, dan sebenarnya bukan ungkapan yang pantas dikemukakan pada pendidik.penyelenggaraan bimbingan kelompok,terutama kelompok yang beragam (heterogen) merupakan langka kongrit untuk melayani semua individu.akan tetapi justru hal seperti yang masih jarang di lakukan di sekolah,terutama karena guru tidak memiliki cukup waktu untuk melakukannya.
Prinsip bahwa bimbingan berhubungan dengan pribadi dan prilaku yang unik dan dinamis, mengandung makna bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hendaknya terfokus pada masalah pribadi dan prilaku individu dan bukan pada hal-hal lain.masalah-masalah lain,seperti masalah kesehatan atau keuangan hendaknya dipandang sebagai bahan pelengkap dalam upaya memberikan bantuan kepada individu,tetapi bukanlah fokus utamanya.kalaupun hal itu jadi penting,manakala keduanya mempengaruhi pribadi dan prilaku individu. Di samping itu, pribadi dan prilaku yang unik dan dinamis mengandung makna bahwa pelayanan bimbingan dan konseling antara individu yang satu dan yang lain tidaklah sama.sekalipun permasalahan yang dialami individu dalam beberapa hal memiliki kesamaan,akan hal itu ternyata dapat dihantarkan oleh berbagai hal yang berbeda,dan kondisi seperti itu tentu membawah konsekuensi pada strategi pemberian bantuan yang berbeda pula.Sebagai contoh,siswa yang sering membolos dapat disebabkan berbagai faktor yang berbeda, mulai tidak ada ongkos, membantu orang tua mencari nafka,rendahnya visi orang tua terhadap pendidikan , konflik dengan teman di sekolah, sampai konflik dengan guru tertentu. Strategi yang digunakan antara penyebab rendahnya visi orang tua terhadap pendidikan dengan adanya konflik siswa dengan guru tertentu sangat berbeda.
Prilaku yang dinamis, mengandung makna bahwa individu terus berkembang dan tidak statis. Oleh karena itu, masalah yang dirasakan saat ini mungkin tidak lagi dirasakan di saat mendatang. Analisis tentang startegi pemberian bantuan yang cocok bagi masalah individu saat ini belum tentu cocok jika diterapkan pada waktu yang akan datang. Hal ini mengandung konsekuensi bagi pelayanan bimbingan dan konseling harus dilakukan secepat data-data pendukung hadir.
Prinsip bahwa bimbingan memperhatikan tahap dan aspek perkembangan, mengandung makna bahwa pelayanan bimbingan dan konseling harus dilandasi oleh pemahaman yang benar tentang tahap dan aspek perkembangan individu yang dibimbing. Di samping itu, upaya pemberian bantuan yang dilakukan, juga harus sesuai dengan tahap dan aspek perkembangan individu, seklaipun menentukan kriteria tahap perkembangan itu pun bukanlah hal yang musah.
Sekalipun menentukan tahap dan aspek perkembangan bukan persoalan mudah, akan tetapi tentu ada rambu-rambu umum yang dapat dijadikan rujukan dalam memberikan pemberian bentuan. Apalagi jika dibawa dalam setting sekolah, maka kecendrungan tahap dan aspek perkembangan siswa relatif tidak terlalu jauh, misalnya perkembangan masa kanak-kanak.
2. Prinsip-prinsip perkembangan dengan permasalahan individu, yang mencakup:
Ø Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental/fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
Ø Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah pada individu yang kesemuanya menjadi perhatian utama pelayanan bimbingan dan konseling.
Prinsip diatas mengandung makna bahwa sumber masalah dapatberasal dari diri individu itu sneidri dan juga dari lingkungan, atau bahkan dari keduanya. Seorang siswa yang kurang memiliki rasa percaya diri, misalnya, akan sulit melakukan penyesuaian dengan teman-temannya, dan bahkan prestasi belajarnya menjadi terhambat karena banyak kekhawatiran terhadap apapun yang dilakukannya. Dalam konteks ini, guru seyogyanya dapat berperan untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa tersebut, dengan mengubah ketidakbermaknaan diri menjadi pribadi yang bermakna, atau mengubah posisi inferior menjadi superior. Beberapa hal yang bisa dilakukan misalnya dengan menumbuhkan kesadaran siswa yang bersangkutan tentang berbagai keunggulan yang dimiliki, melihat peran dan peluang yang dapat dimainkan siswa yang bersangkutan diantara teman-temannya, atau memberikan beberapa kegiatan yang secara cepat dapat terselesaikannya dengan baik.
Pengaruh lingkungan terhadap kondisi fisik dan mental individu, termasuk kesenjangan sosial dan ekonomi, merupakan prinsip lain yang harus dicermati guru berkenaan dengan permasalahan individu. Tidak sedikit, anak-anak yang dibesarkan oleh keluarga yang kondusif (bahagia) justru terjerumus pada hal-hal negatif karena pengaruh lingkungannya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kemampuan siswa yang bersangkutan dalam memilih dan teman bergaul atau mamilih kegiatan yang bermanfaat dn tidak bermanfaat.salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dnegan mengefektifkan layanan pembelajaran, disamping layanan informasi dan bimbingan kelompok. Menggunakan layanan pembelajaran dalam mengatasi hal ini, sekaligus menyadarkan guru, bahwa layanan pembelajaran bukan hanya pembelajaran dari aspek akademik, akan tetapi dari aspek pribadi, sosial dan bahkan karier.
3. Prinsip berkenaan dengan program layanan, mencakup:
Ø Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral, dari upaya pendidikan dan pengembangan individu. Oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan sera pengembangan peserta didik.
Ø Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dngena kebutuhan individu, masyarakat dan kondisi lembaga.
Ø Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan yang terendah sampai yang tertinggi.
Ø Terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian secara teratur dan terarah.
Meskipun secara konseptual sebuah program sangat menentukan berhasil tidaknya suatu kebiatan dilaksanakan, dalam pelaksanaannya beberapa guru sering mengabaikan kebradaan program bimbingan. Artinya aktifasi yang dilakukan sering kali tidak mengacu pada program yang disusunnya. Bahwa program kerja untuk satu tahun pelajaran sudah terpampang diruang tamu bimbingan dan konseling, beberapa diantaranya menjadikan hal itu sebagai sebuah keharusan administrasi, tanpa diimbangi dengan pemahaman dan pelaksanaannya.
Ada beberapa alasan yang membuat program yang disusun tidak dijadikan bahan acuan kegiatan, yaitu:
a. Program yang disusun semata-mata dilatar belakangi oleh kepentingan administrasi, sehingga program itu yang penting ada, bahwa dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan program yang disusun, itu masalah lain.
b. Program tidak disusun berdasarkan analisis ang cermat terhadap kebutuhan siswa, sehingga komitmen untuk melaksanakan program seperti yang sudah digariskan tidaklah terlalu tinggi, karena memang betul tentu dibutuhkan siswa.
c. Program yang disusun kurang mempetimbangkan kondisi sekolah, termasuk personilnya, sehingga besarnya cakupan kegiatan dalam program itu tidak sebanding dengan jumlah dan kualifikasi guru yang ada. Apalagi jika tidak diimbangi dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, program yang disusun semakin sulit untuk dilaksanakan.
d. Program yang disusun hanya sebatas pada program yang bersifat global (program tahunan) dan belum diterjemahkan pada program yang lebih rinci (program mingguan atau harian). Jika memungkinkan, penyusunan yang berorientasi dari bawah (Buttom Up) seyogyanya dikembangkan, sehingga tidak lagi terjadi guru mengalami kesulitan berkenaan dengan kegiatan yang herus dilakukannya pada hari itu.
e. Kurangnya wawasan dan komitmen guru tentang prosesi yang ditekuni, baik karena latar belakang keilmuan maupun karena karakteristik peribadi. Kondisi seperti ini kadang-kadang membuat guru sulit melihat peranan bimbingan dan konseling dalam keseluruhan proses pendidikan, dan hal itu akan tampak kurangnya rasa percaya diri, baik dari ucapan maupun tindakannya.
f. Kurangnya dilakukan evaluasi terhadap tingkat ketercapaian program bimbingan dan konseling, baik oleh guru itu sendiri, kepala sekolah, maupun pengawas. Beberapa evaluasi yang dilakukan sering kali hanya sebatas pada bukti-bukti fisik, berupa format, garafik, dan data statistik, dan tidak secara mendalam menyentuh pada aspek proses.
Dilihat dari dimensi fleksibilitas, program bimbingan dan konseling hendaknya dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata dilapangan. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa kegiatan bimbingan dilakuakn semaunya atau tidak terencana. Jika ini yang terjadi, maka posisi bimbingan hanya sebatas pelengkap yang keberartiannya tergantung situasi dan orang-orang memahami bukan sebagai sebuah system.
4. Prinsip bimbingan berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan bimbingan, mencakup:
Ø Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan individu yang akhirnya mampu membimbing dirinya sendiri dalam mengahdapi permasalahannya.
Ø Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan akan dilakuakan oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri bukan karena kemauan atau desakan dari pembimbing atau pihak lain.
Ø Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
Ø Kerjasama antara guru, guru-guru lain, dan orang tua amat menentukan hasil pelayanan bimbingan.
Ø Pengembangan program pelayanan bimbingan dan konseling melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat dalam proses pelayanan dan programbimbingan dan konseling itu sendiri.
Prinsip bahwa keputusan yang diambil dan atas kemauan individu memang harus dipegang teguh oleh guru, sekalipun dalam pelaksanaanna beberapa guru banyak yang mengambil jalan pintas. Khusus di sekolah dasar proses pengambilan keputusan mungkin tidak dapat dilakukan sendiri oleh seorang siswa yang bersangkutan, apalagi dikelas bawah. Oleh karena keterlibatan orang tua/wali dalam pelayanan bimbingan dan koseling menjadi sangat besar. Program pengembangan yang ditujukan untuk siswa, akan lebih efektif jika dikomunikasikan dan dibawa bersama orang tua/wali. Sekalipun melibatkan orang tua, tahap-tahap pelaksanaan konseling tetap harus dijaga, seperti pada tahap awal konseling yang dimulai dengan membangun hubungan yang akrab (rapport) tahap penjelajahan masalah (eksploration), maupun tahap pengakhiran (Clossing).
Untuk dapat melaksanakan secara optimal, pelayanan bimbingan dan konseling memang harus dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan. Tenaga ahli yang dimaksud adalah mereka yang secara formal dibentuk untuk memangku jabatan ini dan juga mememnuhi kompetensi standart yang disyaratkan oleh organisasi bersama pemerintah. Sementara itu bagi guru sekolah dasar, peran yang dimainkan dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling dapat dilakukan sebatas kewenangan dan kemampuan yang dimilikinya. Pada saat guru berhadapan dengan masalah yang menurut pertimbangannya sudah berada diluar kewenangan atau kemampuannya, maka masalah tersebut atas persetujuan anak dan orang tua dapat dialihtangankan kepad pihak-pihak yang dipandang memiliki kewenangan dan kemampuan yang relevan. Misalnya, jika anak memiliki masalah yang terkait dengan kesehatan, maka guru dapat mengalihtangankan ke dokter, puskesmas atau rumah sakit.
Langganan:
Postingan (Atom)