Jumat, 04 Desember 2009

peran guru dalam bk disekolah

PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENGATASI SISWA YANG MENGALAMI KESULITAN BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMK KARYA RINI DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA
Skripsi/Undergraduate Theses from digilib-uinsuka / 2009-05-19 13:58:07
By : YENNI NIM. 03470590, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Created : 2009-05-19, with 1 files

Keyword : Guru, Bimbingan, konseling, Siswa, Kesulitan, Belajar Pendidikan Agama Islam

ABSTRAK

Layanan BK di sekolah merupakan layanan yang membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya baik itu masalah pribadi, masalah sosial, masalah karir dan juga masalah belajar. Untuk masalah kesulitan belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) di tingkat SMA atau sederajat memegang peranan penting karena siswa diharapkan setelah lulus dari SMA dapat mengembangkan potensi dirinya khususnya dibidang agama, yang ini tentunya bermanfaat untuk kehidupan di dunia dan juga akhirat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui usaha-usaha guru BK dalam mengatasi siswa yang mengalami kesulitan belajar dan juga bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar PAI. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai masukan bagi guru BK dalam meningkatkan mutu program layanannya.

Populasi penelitian ini adalah satu orang guru BK, satu orang guru PAI dan sebagai pendukung dalam penelitian ini adalah siswa kelas X AP 1 berjumlah 11 siswa dari 34 siswa, kelas X AP 2 berjumlah 13 siswa dari 36 siswa dan X BS berjumlah 4 siswa dari 40 siswa. Jadi subyek dalam penelitian ini berjumlah 28 siswa dari 110 jumlah keseluruhan siswa kelas X. Penulis menggunakan Sampel berstrata atau Stratified Sample yaitu populasi terbagi atas tingkat. Berdasarkan pertimbangan bahwa 28 orang siswa tersebut mengalami kesulitan belajar PAI karena prestasi belajar di bawah standar, jika dibandingkan dengan siswa yang lainnya. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, dokumentasi, wawancara, dan angket.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan belajar PAI pada siswa di SMK Karya Rini Depok Sleman Yogyakarta dapat dibagi menjadi 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Peran guru BK di SMK Karya Rini Depok Sleman Yogyakarta dalam mengatasi siswa yang mengalami kesulitan belajar PAI yaitu dengan membantu peserta didik secara terus-menerus supaya mereka dapat memahami dirinya. Adapun peran guru BK dilaksanakan dengan cara berperan secara preventif (mencegah), berperan secara kuratif (penyembuhan) dan berperan secara preservatif (pemeliharaan). Adapun peran guru BK di SMK Karya Rini Depok Sleman Yogyakarta dalam mengatasi siswa yang mengalami kesulitan belajar PAI kelas X AP 1, X AP 2 dan X Busana dapat dinyatakan mengalami peningkatan atau sudah BAIK.

Copyrights : Copyright � 2009 by Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by author in any medium, provided this notice is preserved.

bk disekolah

Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah :
Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli

Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah:
Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.


DAFTAR RUJUKAN

AACE. (2003). Competencies in Assessment and Evaluation for School Counselor. http://aace.ncat.edu

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor. Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Bandung: ABKIN

Bandura, A. (Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge University Press.

BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. (2006). Panduan Pengembangan Diri: Pedoman untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft. Jakarta: BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Depsiknas.

Cobia, Debra C. & Henderson, Donna A. (2003). Handbook of School Counseling. New Jersey, Merrill Prentice Hall

Corey, G. (2001). The Art of Integrative Counseling. Belomont, CA: Brooks/Cole.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi. (2003). Dasar Standardisasi Profesionalisasi Konselor. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kepen-didikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds). (2005). The Professional Counselor Competencies: Performance Guidelines and Assessment. Alexandria, VA: AACD.

Browers, Judy L. & Hatch, Patricia A. (2002). The National Model for School Counseling Programs. ASCA (American School Counselor Association).

Comm, J.Nancy. (1992). Adolescence. California : Myfield Publishing Company.

Depdiknas. (2003). Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang.

Depdiknas, (2005), Permen RI nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,

Depdiknas, 2006), Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,

Depdiknas, (2006), Permendiknas no 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan SI dan SKL,

Ellis, T.I. (1990). The Missouri Comprehensive Guidance Model. Columbia: The Educational Resources Information Center.

Gibson R.L. & Mitchel M.H. (1986). Introduction to Counseling and Guidance. New York : MacMillan Publishing Company.

Havighurts, R.J. (1953). Development Taks and Education. New York: David Mckay.

Herr Edwin L. (1979). Guidance and Counseling in the Schools. Houston : Shell Com.

Hurlock, Alizabeth B. (1956). Child Development. New York : McGraw Hill Book Company Inc.

Ketetapan Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia Nomor 01/Peng/PB-ABKIN/2007 bahwa Tenaga Profesional yang melaksanakan pelayanan professional Bimbingan dan Konseling disebut Konselor dan minimal berkualifikasi S1 Bimbingan dan Konseling.

Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 22 tentang Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Michigan School Counselor Association. (2005). The Michigan Comprehensive Guidance and Counseling Program.

Muro, James J. & Kottman, Terry. (1995). Guidance and Counseling in The Elementary and Middle Schools. Madison : Brown & Benchmark.

Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Pikunas, Lustin. (1976). Human Development. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha,Ltd.

Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2003). Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Balitbang Depdiknas.

Sunaryo Kartadinata, dkk. (2003). Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas Perkembangan Peserta didik dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan dan Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasahdrasah (Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII). Jakarta : Kementrian Riset dan Teknologi RI, LIPI.

Syamsu Yusuf L.N. (2005). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah. Bandung : CV Bani Qureys.

——–. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya.

——–.dan Juntika N. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Stoner, James A. (1987). Management. London : Prentice-Hall International Inc.

Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen

Wagner William G. (1996). “Optimal Development in Adolescence : What Is It and How Can It be Encouraged”? The Counseling Psychologist. Vol 24 No. 3 July’96.

Woolfolk, Anita E. 1995. Educational Psychology. Boston : Allyn & Bacon.

bimbingan dan konseling di sekolah

Ada definisi tentang bimbingan dan konseling, bahkan penggunaan kata bimbingan dan konseling itu sendiri. Frank Parson (Prayitno, 1999:93) misalnya mendifinisikan bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan serta mendapat kemajuan dalam janatan yang dipilihnya itu. Dan konseling diartikan sebagai kegiatan pengungkapan fakta atau data tentang siswa, serta pengarahan kepada siswa untuk dapat mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapinya. Pada bagian laian, Shetzer dan Stone (1980), misalnya, menggunakan kata hubungan pemberian bantuan helping relationship) untuk suatu proses konseling yang berarti interaksi antara konselor dengan klien dalam upaya memebrikan kemudahan terhadap cara-cara pengembangan diri yang positif. Dalam konteks ini, sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, pasal 25 ayat 1, dikatakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenai lingkungan, dan merencanakan masa depan.”

Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, mengandung makna bahawa guru kelas dalam kaitannya dengan pelaksanaan bimbingan diharapkan mampu memberikan bantuan kepada siswa, seperti orang tua/wali, agar dengan keinginan dan kemampuannya dapat mengenal kekuatan dan kelemahan yang dimiliki siswa serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Proses pengenalan harus ditindaklanjuti dengan proses penerimaan. Tanpa diimbangi sengan siatu bentuk penerimaan, siswa dan pihak-pihak yang dekat dengannya, akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan kekuatan dan kelemahannya tersebut secara lebih baik. sebagai contoh, jika siswa memiliki gangguan dalam penglihatannnya, seperti rabun jauh dan rabun dekat, dan siswa ynag bersangkutan serta pihak-pihak terdekat tidak dapat menerima hal itu sebagai suatu kenyataan, maka program pengembangan yang disarankan tidak akan berjalan dengan baik.

Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan, mengandung makna bahwa guru seyogyanya mamapu memberikan kemudahan (bantuan) kepada siswa dan pihak-pihak yang dekat dengannya, untuk mengenal lingkungannya dengan baik, termasuk lingkungan yang ada diluar sekolah. Siswa hendaknya mampu mengenal secara lebih baik fungsi dari semua fasilitas yang ada di sekolahnya, yang pada gilirannya akan mampu mengoptimalkan siswa yang bersangkutan dalam menggunakan dengan baik. misalnya mengenalkan fungsi perpustakaan yang ada disekolah, termasuk jenis koleksi, peraturan, petugas dan jadwal penggunaan perpustakaan. Pengenalan labolatorium, sarana olah raga yang ada di sekolah, serta fasilitas lainnya juga perlu diperlukan. Pengenalan siswa dengan lingkungannya yang baru. Kondisi seperti ini tentu sangat membantu siswa yang bersangkutan dalam mengikuti proses pembelajaran selanjutnya.

Bimbingan agar siswa mamapu merencanakan masa depannya, mengandung makna bahwa guru diharapkan mampumembantu siswa menganal berbagai jenis pekerjaan dan pendidikan yang ada dilingkungan sekitarnya, serta mengembangkan cita-cita siswa sesuai dengan pengenalan siswa akan berbagai jenis pekerjaan dan pendidikannya tersebut. Bimbingan yang ditujukan agar siswa mamapu merencanakan masa depannya, tidak terlepas dari pengenalan dan penerimaan siswa akan diri dan lingkungannya, seperti yang diuraikan diatas. Salah satu bentuk pengembangan kemampuan siswa dalam merencanakan masa depannya di sekolah adalah pengungkapan minat siswa terhadap berbagai jenis mata pelajaran, pekerjaan, atau aktifitas tertentu, misalnya olah raga, kesenian, atau kerajinan tangan serta program tindak lanjutnya.


Tujuan Bimbingan dan konseling di Sekolah

Tujuan umum pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri, karena bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari system pendidikan. Menilik pada undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman dan tagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yangmantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Sesuai dengan pengertian bimbingan dan konseling sebagai upaya membentuk perkembangan kepribadian siswa secara optimal, maka secara umum layanan bimbingan dan koseling di sekolah, harus dikaitkan dengan pengembangan sumber daya manusia. Upaya bimbingan dan konseling memungkinkan peserta didik mengenal dan menerima diri sendiri serta menganal dan menerima lingkungannya secara positif dan dinamis serta mampu mengambil keputusan, mengamalkan dan mewujudkan diri sendiri secara efektif dan produktif sesuai dengan peranan yang diinginkannya di masa depan. Secara lebih khusus, kawasan bimbingan dan konseling yang mencakup seluruh upaya tersebut meliputi bidang bimbingan pribadi, bimbingan social, bimbingan belajar dan bimbingan karier.

Upaya bimbingan dan konseling yang dimaksud diselenggarakan melalui pengembangan segenap potensi idividu peserta didik secara optimal, dengan memanfaatkan berbagai sarana dan cara, berdasarkan norma-norma yang berlaku dan mengikuti kaidah-kaidah professional. Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling di sekolah adalah untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.


Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling

1. Prinsip berkenaan dengan sasaran layanan, mencakup:

 Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, aga, agama, dan status social ekonomi.

 Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku yang unik dan dinamis.

 Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama pada perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanan.

Prinsip bahwa bimbingan melayani semua individu, hendaknya dapat diimplementasikan secara konkrit di sekolah. Hal ini penting, karena semata-mata memfokuskan pada anak-anak bermasalah atau anak yang seringmelanggar peraturan, membaut kegiatan bimbingan mengabaikan siswa lain yang dalam beberapa hal justru perlu bantuan untuk memelihara dan pengembangan segenap potensi yang dimilikinya. Ungkapan bahwa anak yang pandai dapat mengurus dirinya sendiri dan tidak perlu bantuan, tentu bukanlah ungkapan seorang guru, dan sebenarnya bukan ungkapan yang pantas dikemukakan pada pendidik.penyelenggaraan bimbingan kelompok,terutama kelompok yang beragam (heterogen) merupakan langka kongrit untuk melayani semua individu.akan tetapi justru hal seperti yang masih jarang di lakukan di sekolah,terutama karena guru tidak memiliki cukup waktu untuk melakukannya.

Prinsip bahwa bimbingan berhubungan dengan pribadi dan prilaku yang unik dan dinamis, mengandung makna bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hendaknya terfokus pada masalah pribadi dan prilaku individu dan bukan pada hal-hal lain.masalah-masalah lain,seperti masalah kesehatan atau keuangan hendaknya dipandang sebagai bahan pelengkap dalam upaya memberikan bantuan kepada individu,tetapi bukanlah fokus utamanya.kalaupun hal itu jadi penting,manakala keduanya mempengaruhi pribadi dan prilaku individu. Di samping itu, pribadi dan prilaku yang unik dan dinamis mengandung makna bahwa pelayanan bimbingan dan konseling antara individu yang satu dan yang lain tidaklah sama.sekalipun permasalahan yang dialami individu dalam beberapa hal memiliki kesamaan,akan hal itu ternyata dapat dihantarkan oleh berbagai hal yang berbeda,dan kondisi seperti itu tentu membawah konsekuensi pada strategi pemberian bantuan yang berbeda pula.Sebagai contoh,siswa yang sering membolos dapat disebabkan berbagai faktor yang berbeda, mulai tidak ada ongkos, membantu orang tua mencari nafka,rendahnya visi orang tua terhadap pendidikan , konflik dengan teman di sekolah, sampai konflik dengan guru tertentu. Strategi yang digunakan antara penyebab rendahnya visi orang tua terhadap pendidikan dengan adanya konflik siswa dengan guru tertentu sangat berbeda.

Prilaku yang dinamis, mengandung makna bahwa individu terus berkembang dan tidak statis. Oleh karena itu, masalah yang dirasakan saat ini mungkin tidak lagi dirasakan di saat mendatang. Analisis tentang startegi pemberian bantuan yang cocok bagi masalah individu saat ini belum tentu cocok jika diterapkan pada waktu yang akan datang. Hal ini mengandung konsekuensi bagi pelayanan bimbingan dan konseling harus dilakukan secepat data-data pendukung hadir.

Prinsip bahwa bimbingan memperhatikan tahap dan aspek perkembangan, mengandung makna bahwa pelayanan bimbingan dan konseling harus dilandasi oleh pemahaman yang benar tentang tahap dan aspek perkembangan individu yang dibimbing. Di samping itu, upaya pemberian bantuan yang dilakukan, juga harus sesuai dengan tahap dan aspek perkembangan individu, seklaipun menentukan kriteria tahap perkembangan itu pun bukanlah hal yang musah.

Sekalipun menentukan tahap dan aspek perkembangan bukan persoalan mudah, akan tetapi tentu ada rambu-rambu umum yang dapat dijadikan rujukan dalam memberikan pemberian bentuan. Apalagi jika dibawa dalam setting sekolah, maka kecendrungan tahap dan aspek perkembangan siswa relatif tidak terlalu jauh, misalnya perkembangan masa kanak-kanak.


2. Prinsip-prinsip perkembangan dengan permasalahan individu, yang mencakup:

Ø Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental/fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.

Ø Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah pada individu yang kesemuanya menjadi perhatian utama pelayanan bimbingan dan konseling.

Prinsip diatas mengandung makna bahwa sumber masalah dapatberasal dari diri individu itu sneidri dan juga dari lingkungan, atau bahkan dari keduanya. Seorang siswa yang kurang memiliki rasa percaya diri, misalnya, akan sulit melakukan penyesuaian dengan teman-temannya, dan bahkan prestasi belajarnya menjadi terhambat karena banyak kekhawatiran terhadap apapun yang dilakukannya. Dalam konteks ini, guru seyogyanya dapat berperan untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa tersebut, dengan mengubah ketidakbermaknaan diri menjadi pribadi yang bermakna, atau mengubah posisi inferior menjadi superior. Beberapa hal yang bisa dilakukan misalnya dengan menumbuhkan kesadaran siswa yang bersangkutan tentang berbagai keunggulan yang dimiliki, melihat peran dan peluang yang dapat dimainkan siswa yang bersangkutan diantara teman-temannya, atau memberikan beberapa kegiatan yang secara cepat dapat terselesaikannya dengan baik.

Pengaruh lingkungan terhadap kondisi fisik dan mental individu, termasuk kesenjangan sosial dan ekonomi, merupakan prinsip lain yang harus dicermati guru berkenaan dengan permasalahan individu. Tidak sedikit, anak-anak yang dibesarkan oleh keluarga yang kondusif (bahagia) justru terjerumus pada hal-hal negatif karena pengaruh lingkungannya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kemampuan siswa yang bersangkutan dalam memilih dan teman bergaul atau mamilih kegiatan yang bermanfaat dn tidak bermanfaat.salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dnegan mengefektifkan layanan pembelajaran, disamping layanan informasi dan bimbingan kelompok. Menggunakan layanan pembelajaran dalam mengatasi hal ini, sekaligus menyadarkan guru, bahwa layanan pembelajaran bukan hanya pembelajaran dari aspek akademik, akan tetapi dari aspek pribadi, sosial dan bahkan karier.


3. Prinsip berkenaan dengan program layanan, mencakup:

Ø Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral, dari upaya pendidikan dan pengembangan individu. Oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan sera pengembangan peserta didik.

Ø Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dngena kebutuhan individu, masyarakat dan kondisi lembaga.

Ø Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan yang terendah sampai yang tertinggi.

Ø Terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian secara teratur dan terarah.

Meskipun secara konseptual sebuah program sangat menentukan berhasil tidaknya suatu kebiatan dilaksanakan, dalam pelaksanaannya beberapa guru sering mengabaikan kebradaan program bimbingan. Artinya aktifasi yang dilakukan sering kali tidak mengacu pada program yang disusunnya. Bahwa program kerja untuk satu tahun pelajaran sudah terpampang diruang tamu bimbingan dan konseling, beberapa diantaranya menjadikan hal itu sebagai sebuah keharusan administrasi, tanpa diimbangi dengan pemahaman dan pelaksanaannya.

Ada beberapa alasan yang membuat program yang disusun tidak dijadikan bahan acuan kegiatan, yaitu:

a. Program yang disusun semata-mata dilatar belakangi oleh kepentingan administrasi, sehingga program itu yang penting ada, bahwa dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan program yang disusun, itu masalah lain.

b. Program tidak disusun berdasarkan analisis ang cermat terhadap kebutuhan siswa, sehingga komitmen untuk melaksanakan program seperti yang sudah digariskan tidaklah terlalu tinggi, karena memang betul tentu dibutuhkan siswa.

c. Program yang disusun kurang mempetimbangkan kondisi sekolah, termasuk personilnya, sehingga besarnya cakupan kegiatan dalam program itu tidak sebanding dengan jumlah dan kualifikasi guru yang ada. Apalagi jika tidak diimbangi dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, program yang disusun semakin sulit untuk dilaksanakan.

d. Program yang disusun hanya sebatas pada program yang bersifat global (program tahunan) dan belum diterjemahkan pada program yang lebih rinci (program mingguan atau harian). Jika memungkinkan, penyusunan yang berorientasi dari bawah (Buttom Up) seyogyanya dikembangkan, sehingga tidak lagi terjadi guru mengalami kesulitan berkenaan dengan kegiatan yang herus dilakukannya pada hari itu.

e. Kurangnya wawasan dan komitmen guru tentang prosesi yang ditekuni, baik karena latar belakang keilmuan maupun karena karakteristik peribadi. Kondisi seperti ini kadang-kadang membuat guru sulit melihat peranan bimbingan dan konseling dalam keseluruhan proses pendidikan, dan hal itu akan tampak kurangnya rasa percaya diri, baik dari ucapan maupun tindakannya.

f. Kurangnya dilakukan evaluasi terhadap tingkat ketercapaian program bimbingan dan konseling, baik oleh guru itu sendiri, kepala sekolah, maupun pengawas. Beberapa evaluasi yang dilakukan sering kali hanya sebatas pada bukti-bukti fisik, berupa format, garafik, dan data statistik, dan tidak secara mendalam menyentuh pada aspek proses.

Dilihat dari dimensi fleksibilitas, program bimbingan dan konseling hendaknya dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata dilapangan. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa kegiatan bimbingan dilakuakn semaunya atau tidak terencana. Jika ini yang terjadi, maka posisi bimbingan hanya sebatas pelengkap yang keberartiannya tergantung situasi dan orang-orang memahami bukan sebagai sebuah system.


4. Prinsip bimbingan berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan bimbingan, mencakup:

Ø Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan individu yang akhirnya mampu membimbing dirinya sendiri dalam mengahdapi permasalahannya.

Ø Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan akan dilakuakan oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri bukan karena kemauan atau desakan dari pembimbing atau pihak lain.

Ø Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.

Ø Kerjasama antara guru, guru-guru lain, dan orang tua amat menentukan hasil pelayanan bimbingan.

Ø Pengembangan program pelayanan bimbingan dan konseling melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat dalam proses pelayanan dan programbimbingan dan konseling itu sendiri.

Prinsip bahwa keputusan yang diambil dan atas kemauan individu memang harus dipegang teguh oleh guru, sekalipun dalam pelaksanaanna beberapa guru banyak yang mengambil jalan pintas. Khusus di sekolah dasar proses pengambilan keputusan mungkin tidak dapat dilakukan sendiri oleh seorang siswa yang bersangkutan, apalagi dikelas bawah. Oleh karena keterlibatan orang tua/wali dalam pelayanan bimbingan dan koseling menjadi sangat besar. Program pengembangan yang ditujukan untuk siswa, akan lebih efektif jika dikomunikasikan dan dibawa bersama orang tua/wali. Sekalipun melibatkan orang tua, tahap-tahap pelaksanaan konseling tetap harus dijaga, seperti pada tahap awal konseling yang dimulai dengan membangun hubungan yang akrab (rapport) tahap penjelajahan masalah (eksploration), maupun tahap pengakhiran (Clossing).

Untuk dapat melaksanakan secara optimal, pelayanan bimbingan dan konseling memang harus dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan. Tenaga ahli yang dimaksud adalah mereka yang secara formal dibentuk untuk memangku jabatan ini dan juga mememnuhi kompetensi standart yang disyaratkan oleh organisasi bersama pemerintah. Sementara itu bagi guru sekolah dasar, peran yang dimainkan dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling dapat dilakukan sebatas kewenangan dan kemampuan yang dimilikinya. Pada saat guru berhadapan dengan masalah yang menurut pertimbangannya sudah berada diluar kewenangan atau kemampuannya, maka masalah tersebut atas persetujuan anak dan orang tua dapat dialihtangankan kepad pihak-pihak yang dipandang memiliki kewenangan dan kemampuan yang relevan. Misalnya, jika anak memiliki masalah yang terkait dengan kesehatan, maka guru dapat mengalihtangankan ke dokter, puskesmas atau rumah sakit.

Senin, 30 November 2009

sifat tanah tropis atau tropik







BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk bisa hidup di dunia ini, manusia sangat tergantung sekali pada tanah. Sampai batas-batas tertentu pula tanah yang baik tergantung pada manusia dan pengelolaannya. Kejayaan peradaban ini akan terus berlangsung selama manusia masih dapat menghargai dan memelihara tanahnya sebagai tubuh alam, dimana tanah di sini merupakan sumber alam yang utama. Para pakar sejarah sepakat bahwa perkembangan pengolahan lahan antara lain dimulai dari Mesopotamia, wilayah yang terletak antara Sungai Eufrat dan Sungai Tigris (sekarang termasuk wilayah Irak) sekitar 4.000 tahun silam. Hal ini menyiratkan bahwa minimal sejak itu manusia telah mengetahui peranan tanah dan cara pemanfaatannya. Berkaitan dengan itu semua, seiring dengan kemajuan teknologi dan peradaban suatu bangsa di mana tanah (lahan) adalah semakin memainkan perannya terhadap hubungan manusia dengan alam lingkungannya serta berbagai kegiatannya.
Di kawasan tropika sendiri, lahan-lahan yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk per kapita makin lama semakin menurun luasannya, hal ini disebabkan oleh semakin terbatasnya sumberdaya tanah, dan yang ada pun cenderung mengalami degradasi, selain itu juga disebabkan oleh semakin cepatnya peningkatan populasi penduduk. Tidak heran bahwa suatu populasi manusia akan selalu diiringi juga dengan tingginya pemanfaatan tanah. Jumlah negara-negara di kawasan tropis yang memiliki tingkat pemilikan lahan per kapita kurang dari 0,1 Ha pada tahun 1990 telah mencapai 8 negara, dan hal ini diprediksikan akan semakin bertambah sampai sebanyak 25 negara pada tahun 2025.
Kita yang tinggal di wilayah Kepulauan Indonesia yang merupakan bagian daerah tropis yang sangat kaya akan sumber daya alamnya. Salah satu kekayaan tersebut, Indonesia memiliki tanah yang sangat subur karena berada di kawasan yang umurnya masih muda, sehingga di dalamnya banyak terdapat gunung-gunung berapi yang mampu mengembalikan permukaan mudanya kembali yang kaya akan unsur hara. Untuk itu diperlukan adanya suatu usaha penataan penggunaan tanah untuk kelestarian tanah Indonesia. Penataan peggunaan tanah akan menjadikan setiap pemanfaatan lahan terarah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Namun pada implementasi sebenarnya seiring dengan semakin pesatnya pertumbuhan industri dan pembangunan, kesuburan yang dimiliki oleh tanah Indonesia banyak yang digunakan sesuai aturan yang berlaku tanpa memperhatikan dampak jangka panjang yang dihasilkan dari pengolahan tanah tersebut. Salah satu diantaranya penyelenggaraan pembangunan di Tanah Air, tidak bisa disangkal lagi telah menimbulkan berbagai dampak positif bagi masyarakat luas, seperti pembangunan industri dan pertambangan telah menciptakan lapangan kerja baru bagi penduduk di sekitarnya. Namun keberhasilan itu seringkali dibayang-bayangi oleh dampak negatif yang merugikan masyarakat dan lingkungan. Kecerobohan pemanfaatan setiap satuan luas tanah berarti pemborosan potensi sumber daya dan ancaman terhadap kelestariannya. Untuk itu penguasaan ilmu pengetahuan tanah menjadi syarat mutlak untuk usaha mencegah segala bentuk ancaman kelestarian dan pemborosan pemanfaatan sumber daya tanah.
Tanah–tanah yang ada pada lahan kering tropika basah merupakan tanah yang rentan degradasi, selain disebabkan faktor alami juga akibat campur tangan manusia. Degradasi tanah ditandai dengan kondisi banjir saat musim hujan dan kekeringan cukup parah saat musim kemarau. Hal itu menunjukkan bahwa tanah tidak mampu lagi mengatur kelembaban, sehingga cepat mengering dan jenuh bila kondisi curah hujan berubah. Definisi degradasi tanah cukup banyak diungkapkan para pakar tanah, namun kesemuanya menunjukkan penurunan atau memburuknya sifat-sifat tanah apabila dibandingkan dengan tanah tidak terdegradasi. Degradasi tanah menurut FAO (1977) adalah hasil satu atau lebih proses terjadinya penurunan kemampuan tanah secara aktual maupun potensial untuk memproduksi barang dan jasa.
Tanah-tanah yang mendominasi kawasan tropika diantaranya adalah ordo Oxisols (22,5%) dari total luas lahan yang ada di kawasan tropika), Ultisols (10,6%), aridisol (18,4%), alfisols (16,3%), entisols (10,0%) dan Inceptisols (5,0%). Dengan beberapa pengecualian (misalnya saja pada ordo tanah Entisols, Inceptisols, aridisols, mollisols dan Histosols), maka sebagian besar tanah-tanah diwilayah tropika memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan beberapa diantaranya memiliki hubungan yang cukup erat terhadap keterbatasan-keterbatasan untuk penggunaan penanaman yang intensif. Sebagai contoh, oxisols dan ultisols secara umum mempunyai sifat-sifat fisik yang memadai bagi pertumbuhan tanaman, akan tetapi tingkat keasamannya tinggi (pH rendah), selain itu juga mempunyai permasalahan terhadap ketidakseimbangan kandungan nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Alfisols dan Aridisols kemungkinan besar mempunyai sifat-sifat kimia tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman dan kandungan nutrisinya cukup, akan tetapi umumnya mempunyai keterbatasan pada mudahnya sifat-sifat fisik tanah yang mudah rusak/terdegradasi, misalnya saja diakibatkan oleh pemadatan/Compaction dan oleh karena erosi.
Untuk mengelola besarnya aliran permukaan (run off) maka dapat dilakukan melalui pembangunan struktur pencegah erosi (seperti : teras bangku, sengkedan, terjunan air, dan lain-lain) yang akan bermanfaat untuk menurunkan resiko yang diakibatkan oleh erosi. Pengembangan dan pengelolaan yang baik terhadap hutan tanaman di kawasan tropika haruslah mengikutsertakan keragaman dan variabilitas yang tinggi dari sifat-sifat alami tanah-tanah tropika dan respon tanah terhadap sistem manajemen/pengelolaan yang dipergunakan. Oleh karena itu maka pengetahuan mengenai sifat-sifat fisik tanah yang berkaitan erat dengan pengelolaan hutan tanaman perlu mendapat ulasan dan kajian.

B. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini antara lain, yaitu:
1. Memaparkan sifat-sifat fisik utama yang dimiliki oleh tanah-tanah di kawasan tropika dan relevansinya terhadap kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan lahan, sehingga seseorang dapat mengelola ruang secara tepat guna.
2. Memperluas pengetahuan kita mengenai tanah, baik dalam arti khusus maupun pengertiannya dalam arti luas serta klasifikasi dan penyebarannya di muka bumi ini.
3. Sebagai penyelesaian tugas dari mata kuliah Geografi Tanah di bawah bimbingan Bapak Drs. I Gede Sugiyanta, M.Si.

C. Ruang Lingkup
Makalah ini membahas mengenai sifat-sifat fisik tanah di daerah tropis, mulai dari gambaran umum tentang masalah pemanfaatan tanah khususnya pada kawasan tropika sampai ulasan secara singkat mengenai sifat-sifat tanah yang banyak tersebar di daerah tropis.



































BAB II
PEMBAHASAN

Penyebaran golongan tanah amat erat hubungannya dengan penyebaran tipe iklim dan penyebaran vegetasi alami. Sistem kumpulan tanah yang dinamakan suborder dan penyebarannya dengan aktivitas manusia, sehingga manusia itu sendiri dapat mengelola linkungan hidupnya secara tepat guna. Dengan begitu, manusia tidak hanya memperlakukan tanah untuk tujuan agroekonomi, tetapi juga untuk kecocokan atau tidaknya bagi keperluan teknologi bukan pertanian seperti untuk pemasangan pipa, jalan raya, bangunan, industri dan sebagainya. Untuk kepentingan tersebut, sehingga perlu mengetahui klasifikasi dan penyebarannya.
Adapun informasi/referensi mengenai pengelolaan sifat-sifat fisik tanah di wilayah tropika masih sangat sedikit. Namun demikian secara garis besar sifat-sifat fisik tanah untuk beberapa ordo tanah di wilayah tropika dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

1. Oxisols
Nama tersebut adalah berasal dari bahasa Prancis, Oxide yang berarti oksida. Tanah oxisol adalah tanah yang telah mengalami pelapukan hebat. Warna oxisol bervariasi dari kuning ke merah, coklat sampai coklat kemerahan. Persebaran tanah oxisol paling luas di Afrika dan Amerika Selatan. Secara umum, Oxisols mempunyai struktur tanah yang baik (Trapneli dan Webster, 1986) dengan proporsi agregat-agregat mikro yang tinggi (ukuran 0.01 sampai 0.2 mm), stabil terhadap slaking dan memiliki trafficability yang moderat. Konsekuensi untuk sebagian besar ordo Oxisols adalah meskipun teksturnya berliat, namun mempunyai sifat seperti pasir halus. Laju keseimbangan infiltrasi dan konduktifitas hidrolik yang jenuh dari tanah-tanah ini akan dapat dengan mudah meningkat menjadi sangat cepat sampai pada kisaran antara 5 sampai 50 cm per jam.
Penanaman yang terus menerus dan lalu lintas kendaraan bermotor (alat-alat berat) akan meningkatkan degradasi struktural tanah-tanah ini melalui pengerasan, pemadatan, penurunan laju infiltrasi sampai pada tingkat yang rendah, tingginya run off, serta mudahnya terjadi proses erosi yang dipercepat (Accelerated erosion).

2. Ultisols
Golongan tanah ini diklasifikasikan dengan elemen formatifnya ult, singkatan dari ultimus (terakhir). Merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan paling hebat, ditandai dengan adanya pengaruh pencucian. Tanah ultisols berkembang pada daerah iklim panas tropika. Memiliki horizon argila (liat putih) yang mempunyai liat dengan kejenuhan alkalin lebih rendah dari 35%. Horizon permukaannya berwarna merah sampai kuning, menunjukkan terdapatnya akumulasi oksida besi yang bebas. Ultisols terbentuk pada region permukaan lahan tua, umumnya di bawah vegetasi hutan.

3. Alfisols
Berbeda dengan Oxisols, sebagian besar Alfisols mempunyai tekstur tanah yang ringan pada horison permukaannya dan sering mempunyai kandungan liat kurang dari 20%. Lebih lanjut, Alfisols pada wilayah Tropika sub humid dan semi arid mempunyai fraksi endapan yang rendah, mempunyai struktur yang lemah, serta dapat dengan mudah mengalami slaking, pengerasan dan pemadatan. Dikarenakan oleh faktor utama rendahnya aktifitas liat (misalnya kaolinit dan ilit) serta kandungan bahan organik yang rendah, maka sebagian besar dari Alfisols juga akan dengan mudah mengeras (hard-setting), misalnya saja kegiatan pengerasan tanah menjadi massa yang tidak berstruktur karena pengeringan.
Sebagian besar Alfisols di Afrika Barat dicirikan oleh tekstur yang kasar pada horison permukaannya dan di lapisan yang lebih dalam adalah liat atau horison argilik yang berupa konsentrasi dari kuarsa atau konkresi batu kerikil. Di bawah vegetasi yang alami, sebagian besar Alfisols (dan juga Ultisols) mempunyai kerapatan limbak (bulk density) yang rendah yaitu berkisar 1.0 t m-3 atau kurang, khususnya di wilayah-wilayah yang dicirikan oleh aktifitas hewan tanah yang tinggi, misalnya rayap dan cacing tanah. Meskipun demikian, besarnya kerapatan limbak dapat meningkat dengan cepat manakala pada tanah-tanah tersebut ada aktifitas lalu lintas alat-alat berat yang tinggi. Laju peningkatan besarnya kerapatan limbak biasanya akan cepat/tinggi pada tanah-tanah yang memiliki bahan organik sedikit dan di dominasi oleh liat-liat yang aktifitasnya rendah. Kerapatan limbak tanah dapat meningkat dari 0.8 t m-3 di bawah penutupan vegetasi alami sampai 1.4 t m-3 di lahan pertanian yang memanfaatkan alat-alat berat. Peningkatan kerapatan limbak yang besar sebagai akibat kegiatan deforestasi telah diamati di Afrika Barat oleh Lal dan Cummings (1979), Hulugalle et al (1984) dan Ghuman & Lal (1991); serta di Amazon bagian hulu oleh Alegre et al (1986).

Tabel: Kerapatan limbak (Bulk Density) tanah dan ketahanan tekanan tanah Alfisol pada kedalaman 0-5 cm di Nigeria Selatan dan akibat kegiatan deforestasi.

Perlakuan Deforestasi (Metode Penebangan yang dipakai) Sebelum Deforestasi Satu Tahun Setelah Deforestasi
Kerapatan Limbak (BD) (t m -3) Ketahanan Tekanan (kPa) Kerapatan Limbak (BD) (t m -3) Ketahanan Tekanan (kPa)
1. Manual
2. Shear Blade
3. Tree Pusher/Root rake
4. Tradisional
5. LSD (0.05) 0.73
0.81
0.69
0.69
TS 44
30
30
17
TS 1.46
1.38
1.45
1.16
0.01 170
144
132
121
20
Keterangan: TS = Tidak Signifikan

Data yang ditunjukkan pada Tabel di atas adalah sebuah contoh peningkatan kerapatan limbak tanah yang besar sebagai akibat kegiatan deforestasi. Dimana pada kasus ini, kerapatan limbak meningkat karena adanya dua faktor yang biasanya diabaikan dalam metode pemanenan/eksploitasi hutan. Alasan mengapa di bawah tegakan hutan mempunyai kerapatan limbak yang rendah adalah dikarenakan oleh tingginya aktivitas hewan tanah seperti cacing tanah, rayap dan hewan-hewan tanah lainnya. Tanah di bawah tegakan hutan akan terasa seperti busa jika kita berjalan diatasnya, tanah ini juga ditutupi oleh lapisan tebal yang dibuat cacing setebal 3 sampai 5 cm. Selain itu pada tanah ini juga terjadi aktifitas yang intensif dari rayap-rayap maupun hewan tanah lainnya.
Deforestasi akan merubah suhu tanah dan regim kelembaban, menurunkan ketersediaan dan keanekaragaman makanan, merusak habitat, dan menurunnya aktivitas biota tanah secara drastis. Konsekuensinya adalah meningkatnya kerapatan limbak.
Ketahanan tekanan akan selaras dengan kerapatan limbaknya. Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah kegiatan deforestasi, dan dibuat selama musim kering ketika kandungan lengas tanahnya rendah. Setelah kegiatan deforestasi selesai maka akan diikuti oleh kemudahan tanah di tempat tersebut mengalami pengerasan (hardsetting) yang semakin meningkat. Perkembangan pengerasan atau penutupan permukaan merupakan faktor pembatas fisik yang utama pada tanah ini karena tanah menjadi tidak terlindungi dari pengaruh jatuhnya air hujan (raindrop impact) serta cepatnya proses pengeringan setelah deforestasi.
Meningkatnya kerapatan limbak tanah (BD) sebagai akibat dari kehilangan bahan organik tanah, menurunnya keanekaragaman tanah serta pengaruh air hujan akan mengakibatkan menurunnya porositas makro dan menurunnya kapasitas infiltrasi tanah (Lal dan Cummings, 1979; Ghuman et al, 1991). Besarnya laju penurunan kapasitas infiltrasi tergantung pada kondisi tanah sebelumnya. Sistem pengelolaan tanah dan pohon yang meningkatkan aktivitas hewan tanah juga menjaga tingginya kapasitas infiltrasi (Lavelle et al, 1992).
Kerentanan terhadap kekeringan (drough stress) akan semakin buruk karena lemahnya sifat struktural dan cepatnya deteriorisasi (penurunan) agregat-agregat selama kerusakan tanah, suhu tanah yang tinggi dan rendahnya kandungan lengas tanah.

4. Entisol
Entisol adalah tanah baru, tanah yang masih menunjukkan asal bahan induk. Berdasarkan klasifikasi tanah tahun 1949, golongan tanah entisol adalah Aluvial, Regosol, dan Litosol. Ciri khas Entisol adalah tanah ini belum menunjukkan perkembangan horizon yang jelas atau perkembangannya baru di mulai.
Psamment adalah group yang penting pada ordo Entisol di wilayah tropika. Konotasi dari Psamment adalah Entisol yang bertekstur pasir. Psamment didominasi oleh tekstur yang kasar dan jarang sekali kandungan halusnya dari pada pasir halus berliat pada kedalaman sampai sekitar 1 m dari permukaan. Konsekuensinya adalah bahwa tanah-tanah ini mempunyai struktur single-grain, mempunyai laju infiltrasi yang relatif lebih tinggi serta rendahnya kapasitas menahan air yang tersedia. Sebagai tambahan, jika kekeringan (drough stress) sering terjadi maka tanah-tanah ini akan mempunyai Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang sangat rendah, serta kesuburan tanah sangat rendah pula. Keberhasilan pertumbuhan tanaman pada Psamment membutuhkan adanya kegiatan konservasi kelengasan tanah dan penggunaan pupuk organik maupun pupuk-pupuk kimia dengan bijaksana untuk meningkatkan kesuburannya.

5. Aridisols
Merupakan tanah yang menduduki urutan pertama di muka bumi ini. Aridisols berasal dari Bahasa Latin ’Aridus’ yang berarti kering. Tanah ini mempunyai kandungan bahan organik yang rendah dan mengandung larutan garam yang relatif tinggi, selain itu biasanya juga terdiri dari pasir halus dan fraksi silt.
Secara umum Aridisols mempunyai tekstur kasar sampai menengah dengan proporsi bahan skeletal yang tinggi terdiri dari kerikil, plintit yang mengeras serta bekas jalan aspal di padang pasir. Beberapa adalah Gypsiferous dan Calcareous, dan dalam bentuk gundukan pasir adalah bentuk yang umum. Konsekuensinya adalah bahwa Aridisols akan mudah mengalami pengerasan dan membentuk penutup tanah serta memadat, tanah ini sering berada pada bentuk padatan yang keras meskipun pada kondisi alaminya juga menunjukkan ciri sifat hard-settingnya. Pengerasan permukaan mungkin akan mengakibatkan bagian tersebut menjadi hidrofobik karena adanya bentukan lapisan alga selama musim penghujan. Pengerasan alga sering menurunkan laju masuknya air bahkan dapat mencapai nol, meningkatkan besarnya run off, banjir bandang, dan erosi parit yang parah selama musim penghujan. Erosi oleh angin dan gangguan gundukan pasir adalah permasalahan yang timbul selama musim kering.

6. Vertisols
Tanah vertisol (Bahasa Latin, verto = terbalik), konotasinya adalah merupakan tanah yang lepas-lepas dan masuk terperosok ke celah-celah / retakan–retakan tatkala tanah kering. Vertisol adalah golongan tanah yang khas pada region-region bervegetasi savana atau stepa, di iklim tropika dan subtropika yang memiliki musim kering dan basah berganti-ganti dengan nyata. Tanah berubah-ubah kerena peralihan musim basah dan kering. Pada musim kering, tanah mengalami retak-retak, bagian yang lepas dari epipedon jatuh dan memasuki retakan-retakan sehingga tanah tanah tergambar sebagai terbalik ”verto”.
Ciri khas vertisol yang lainnya adalah tanah ini juga kaya akan pelikan liat yang tersebar merata pada tiap horizon, khususnya montmorilonit. Tingginya kandungan liat montmorilonit biasanya lebih dari 30% pada kedalaman diatas 50 cm sehingga memerlukan adanya manajemen/pengelolaan permasalahan yang khusus pada tanah-tanah ini. Sifat tersebut termasuk rendahnya laju infiltrasi, tingginya run off, kemudahan untuk dierosi oleh air dan rendahnya trafficability selama musim hujan. Vertisol juga mudah mengalami salinisasi, alkalisasi dan ketidakseimbangan nutrisi. Pemadatan dapat juga merupakan suatu masalah, khususnya pada horison sub soil.

7. Inceptisols
Istilah Inceptisols berasal dari Bahasa Latin, Incepticum yang berarti ‘mulai’. Inceptisols dapat berarti tanah muda. Tanah ini umumnya banyak ditumbuhi semak cebol dan lumut. Penyebarannya hampir dapat di semua region iklim. Tanah ini juga mendukung lingkungan yang baik untuk lahan-lahan dengan rerumputan. Di Indonesia, tanah-tanah seperti glei, geli humus termasuk ke dalam jenis tanah inseptisols. Bentangan tanah Inceptisols yang paling luas adalah di region iklim dingin yang basah, biasanya dengan salju abadi (tundra). Kelemahan tanah ini adalah sangat rentan akan terjadinya proses pencucian.






BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kumpulan tanah (suborder) memberikan indikasi penyebaran golongan dari jenis tanah secara sebaran geografi. Dengan adanya pengetahuan mengenai tanah, khususnya tanah yang ada di daerah tropik diharapkan kita dapat memanfaatkan tanah sebagai sumber daya yang utama dengan bijak dan tepat guna.
Pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan sifat-sifat dan struktur tanah akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi dan produktivitas tanah. Untuk itu perlu sekali bagi kita untuk mengetahui sifat fisik tanah-tanah utama di daerah tropis guna menumbuhkan rasa kepedulian kita terhadap kelestarian lingkungan tempat kita tinggal. Dengan begitu, peluang untuk terjadinya kelalaian dalam hal pemanfaatan tanah/lahan dapat ditekan sekecil mungkin, kelestarian alam khususnya tanah pun dapat terjaga dengan baik. Tidak dapat disangkal pula, bahwa kelangsungan peradaban ini pun adalah sangat bergantung kepada peranan tanah tempat kita berpijak. Dalam arti sempitnya dapat dikatakan hidup kita ada di tangan kita sendiri.
Tanah yang dominan tersebar di daerah tropika ini adalah:
1. Oxisols (22,5% dari total luas lahan yang ada di kawasan tropika)
2. Ultisols (10,6%) 5. Aridisol (18,4%)
3. Entisols (10,0%) 6. Alfisols (16,3%)
4. Inceptisols (5,0%) 7. Ordo-ordo tanah lainnya hingga 17,2%.
Dari beberapa jenis tanah tersebut di atas, tanah Alfisol merupakan golongan tanah pertanian yang paling produktif apabila kondisi iklim dan pengelolaannya dalam keadaan yang baik. Pemanfaatan tanah Alfisol yang salah menyebabkan kerusakan sangat parah yang berakibat hilangnya sifat produktif tanah tersebut.
Banyaknya kecerobohan dalam pemanfaatan tanah perlu diimbangi dengan usaha yang keras yang juga melibatkan hati nurani kita untuk turut serta dalam pelestarian tanah.

B. Saran
Salah satu penyebab utama kerusakan tanah adalah di karenakan kegiatan manusia dalam memanfaatkan tanah ataupun lahan secara tidak tepat guna. Usaha menangkis segala bentuk aktivitas yang mengancam kelestarian sumber daya tanah ini sangatlah membutuhkan peranan bidang ilmu pengetahuan tanah dan teknologinya. Sebagai mahasiswa FKIP Program Studi Pendidikan Geografi yang telah menerima mata kuliah Geografi Tanah sudah seharusnya turut ambil andil dalam usaha pelestarian tanah serta mampu mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya dalam lingkungan hidup di mana tempat mereka tinggal.
Menyadari bahwa banyaknya tanah yang mengalami kerusakan, di harapkan pemerintah dapat menanggapi hal tersebut dengan membuat kebijakan-kebijakan yang ketat terhadap sanksi-sanksi kepada mereka yang tindakannya mengancam kelestarian sumber daya tanah.
Diharapkan dengan pemanfaatan tanah secara bijak dan tepat guna, kelangsungan hidup manusia yang sepenuhnya sangat tergantung pada sumber daya tanah dapat terus berlanjut tanpa disertai adanya konflik antara alam dan manusia itu sendiri.













DAFTAR PUSTAKA

Poerwowidodo. 1991. Genesa Tanah. Jilid II. Jakarta, Rajawali Pers.

Risnasari S.Hut, Iwan. 2002. Sifat Fisik Tanah Daerah Tropis, http://library.usu.ac.id/download/fp/Hutan-Iwan4.pdf. Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Kehutanan.

Sugiyanta, I Gede. 2007. Geografi Tanah, Buku Ajar. Lampung, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.